Dwi Widya's


Gelas-Gelas Kristal; Manajemen Emosi Wanita (Bagian ke-2)

Posted in Mar'ah Shalihah oleh Dwi Widya pada Oktober 30, 2009

dakwatuna.com – Dalam manajemen emosi wanita untuk memperlakukan gelas-gelas kristal ini secara hati-hati dan lembut – agar tetap terawat dalam keindahannya dan dapat menikmati kebersamaan dengannya dengan kondisi tetap utuh bening berkilau – maka Islam menganjurkan suami berlemah lembut kepada istri (An-Nisa:19). Menurut Syeikh Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar, ayat ini berarti, “wajib bagi kalian kaum mukmin untuk mempergauli istri-istri kalian dengan baik, yaitu menemani hidup dan mempergauli mereka dengan ma’ruf yang lazim dan berkenan di hati mereka serta tidak melanggar aturan syariat, tradisi dan kesopanan. Karena itu, mempersempit jatah nafkah, menyakiti fisik dan perasaan pasangan dengan perbuatan dan perkataan, sikap dingin dan masam, semua itu tidak termasuk pergaulan yang ma’ruf.”

Dalam konteks perlakuan baik terhadap istri dan keluarga, Rasulullah saw pernah memantang para suami dengan sabdanya: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya (keluarganya) dan aku adalah sebaik-baik orang terhadap istriku (keluargaku).” (HR. Ibnu Majah).

Pada dasarnya, rumah tangga itu ditegakkan atas dasar mawaddah (kasih asmara), yakni hubb (cinta kasih). Cinta yang tulus akan memotivasi sikap kooperatif, kompromistis, dan apresiatif yang saling mementingkan pasangannya, sehingga masing-masing akan memberikan hak pasangannya melebihi kewajibannya, dan tidak hanya menuntut haknya sendiri. Namun untuk itu, suami-istri harus bersabar atas kelemahan dan kekurangan bahkan kesalahan masing-masing pasangannya. Dalam Tafsir Al-Manar menjelaskan maksud ayat dari surat An-Nisa:19 adalah bahwa, “kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, karena suatu cacat pada fisik atau wataknya yang tidak termasuk kategori dosa karena urusan itu di luar kekuasaannya, atau kurang sempurna dalam melaksanakan kewajibannya dalam mengatur dan mengurusi rumah tangga, karena tidak ada orang yang sempurna, atau ada kecenderungan dalam hatimu pada selain pasanganmu, maka bersabarlah dan jangan gegabah menjatuhkan keputusan dan vonis pada mereka dan jangan tergesa menceraikan mereka, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Manajemen emosi dengan baik dalam arti bersabar atas tabiat dan keadaan kodratinya bahkan perilaku pasangan dengan tetap mentarbiyah dengan ihsan dalam dinamika keluarga akan membuahkan sikap cinta yang tulus, murni dan tanpa dibuat-buat. Senyuman, belaian dan perlakuan kasih yang diberikan adalah tulus ibarat merekahnya bunga alami dan bukan seperti senyuman basa-basi bagaikan merekahnya bunga imitatif atau bunga plastik. Sesuatu kebajikan dan sikap baik harus tumbuh dari kesadaran nurani yang ikhlas bila ingin mendapatkan timbal balik yang tulus. Kebaikan dan kebahagiaan pasangan tidak dapat dijamin hanya dengan nafkah lahir materi, namun justru perlakuan dan sikap sehari-hari yang simpatik adalah yang lebih efektif dalam menggaet hati pasangan dan akan memaklumi segala kekurangan fisik dan materi yang ada. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya kalian tidak akan dapat memuaskan orang hanya dengan harta kalian, namun kalian akan dapat memuaskan orang dengan tatapan simpatik dan akhlaq yang baik.”

Keahlian manajemen emosi ini kita dapat melihat pada perilaku dan pola hubungan suami istri pada zaman Rasulullah saw. Kita melihat bagaimana Aisyah ra., ketika sedang emosi dan merasa jengkel terhadap Nabi saw, maka beliau tidak mengumbarnya, tetapi hanya diekspresikan melalui gaya bahasa yang berubah lain dari kebiasaan ketika sedang suka dan Nabi pun tanggap dengan cepat menangkap isyarat ketidaksukaan istrinya tersebut serta menyikapinya dengan penuh kesabaran dan introspeksi. Suatu hari Rasulullah saw mengatakan kepada istrinya, Aisyah ra, “saya sangat mengenal, jika kamu sedang suka padaku maupun jika kamu sedang jengkel.” Lalu Aisyah bertanya, “bagaimana engkau dapat mengetahuinya?” beliau menjawab, “jika kamu sedang suka, maka kamu menyatakan (dalam sumpah) ‘tidak, demi Rabb Muhammad’, namun jika kamu sedang jengkel, menyatakan, ‘tidak, demi Rabb Ibrahim’. (HR. Muslim).

Sikap demikian bukan merupakan kekurangan Aisyah, justru merupakan kelebihannya dalam mengelola emosi sehingga tidak melanggar norma kesopanan dan menggoyang keharmonisan keluarga. Sehingga Imam Muslim memasukkan hadits tersebut dalam judul ‘fadlu (keutamaan) Aisyah’ dari Bab Fadhail Shahabah.

Manajemen emosi di sini bukan berarti mematikan dan membekukan perasaan, tetapi justru kaum wanita harus dapat bersikap ekspresif, komunikatif dan proaktif, baik terhadap suami maupun keluarga. Dengan demikian, akan terbangun komunikasi sehat yang lancar tanpa ada sumbatan dan hambatan apapun. Inilah yang menyehatkan hubungan dalam rumah tangga. Sebagaimana aliran air dan tekanan udara yang terhambat, tersendat ataupun tersumbat akan beresiko mendatangkan malapetaka.

Di samping itu, dalam manajemen emosi diperlukan sikap arif kaum wanita untuk tidak memancing ego dan emosi suami untuk menggunakan kekerasan karena kejengkelan dan kebenciannya yang memuncak, sehingga dapat mematahkan tulang yang berlekuk tadi, atau memecahkan gelas kristal yang berdimensi tersebut. Artinya, bila tidak ingin dipatahkan atau dipecahkan, maka jangan menempatkan diri pada posisi menantang, melintang atau sembarangan sehingga mengundang perlakuan semena-mena atau kasar. Ibarat air maka sebenarnya yang dibutuhkan adalah alirannya dalam ketenangan dan kejernihannya sehingga dapat menghanyutkan perasaan pasangan dan mengalir ke satu arah dan bukan gemuruh riak yang memuakkan ataupun bukan ketenangan air yang menggenang yang membawa penyakit ataupun kotoran.

Pribadi yang shalihah adalah yang dapat mengelola emosi menjadi sebuah potensi yang membangun dan bukan merusak, merekatkan dan bukan meretakkan, mengokohkan dan bukan merobohkan serta mudah memberikan toleransi atau maaf pada orang lain. Sifat ini merupakan salah satu kunci kebahagiaan, kebaikan dan kelestarian rumah tangga. Allah berfirman: “dan orang-orang yang menahan amarah (emosi)nya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran:134)

Wallahu A’lam Wa Billahit Taufiq wal Hidayah.

Ketika Rasulullah SAW Menjadi Mata-Mata

Posted in Sirah oleh Dwi Widya pada Oktober 30, 2009

dakwatuna.com – Menjelang peristiwa perang Badar, Rasulullah SAW dan pasukan melakukan perjalanan menuju Badar. Setelah melalui beberapa bukit, maka tibalah mereka di Badar. Dari sana beliau melakukan kegiatan mata-mata bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat Rasulullah yang dengan setia menemaninya ketika peristiwa hijrah. Tatkala mereka berputar-putar di sekitar pasukan musyrikin Quraisy, tiba-tiba mereka berpas-pasan dengan seorang Arab yang sudah tua.

Pada saat pertemuan yang tidak sengaja itu, Rasulullah SAW melakukan penyamaran agar tidak ketahuan sebagai bagian dari pasukan Muslimin dari Madinah.

Rasulullah bertanya kepada orang tua itu tentang pasukan Quraisy dan Muhammad. Beliau menanyakan kedua pasukan itu agar tidak ketahuan penyamarannya.

“Aku tidak akan memberitahu kepada kalian sebelum kalian memberitahu kepadaku, dari mana asal kalian berdua,” kata orang tua itu.

“Beritahukan kepada kami, nanti akan kami beritahukan kepadamu dari mana asal kami,” Rasulullah menanggapinya.

“Jadi begitukah?” tanya orang tua itu.

“Benar,” jawab Rasulullah.

“Menurut informasi yang kudengar, Muhammad dan rekan-rekannya berangkat pada hari ini dan ini. Jika informasi itu benar, berarti pada hari ini dia sudah tiba di tempat ini (tepat di tempat pemberhentian pasukan Muslimin). Menurut informasi yang kudengar, Quraisy berangkat pada hari ini dan ini. Jika informasi ini benar, berarti mereka sudah tiba di tempat ini (tepat di tempat pemberhentian pasukan musyrikin Quraisy).” Setelah panjang lebar menjelaskan, orang tua itu bertanya, “Lalu dari mana asal kalian berdua?”

Rasulullah menjawab, “Kami berasal dari setetes air.”

Setelah itu Rasulullah dan Abu Bakar beranjak pergi meninggalkan orang tua itu melongo’ keheranan, “Dari setetes air yang mana? Ataukah dari setetes air di Irak?” []

Maraji’: Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury

(hdn)

Perjalanan Rasulullah SAW ke Surga Bersama Dua Tamunya

Posted in Sirah oleh Dwi Widya pada Oktober 30, 2009

dakwatuna.com – Di suatu pagi hari, Rasulullah SAW bercerita kepada para sahabatnya, bahwa semalam beliau didatangi dua orang tamu. Dua tamu itu mengajak Rasulullah untuk pergi ke suatu negeri, dan Rasul menerima ajakan mereka. Akhirnya mereka pun pergi bertiga.

Ketika dalam perjalanan, mereka mendatangi seseorang yang tengah berbaring. Tiba-tiba di dekat kepala orang itu ada orang lain yang berdiri dengan membawa sebongkah batu besar. Orang yang membawa batu besar itu dengan serta merta melemparkan batu tadi ke atas kepala orang yang sedang berbaring, maka remuklah kepalanya dan menggelindinglah batu yang dilempar tadi. Kemudian orang yang melempar batu itu berusaha memungut kembali batu tersebut. Tapi dia tidak bisa meraihnya hingga kepala yang remuk tadi kembali utuh seperti semula. Setelah batu dapat diraihnya, orang itu kembali melemparkan batu tersebut ke orang yang sedang berbaring tadi, begitu seterusnya ia melakukan hal yang serupa seperti semula.

Melihat kejadian itu, Rasulullah bertanya kepada dua orang tamu yang mengajaknya, “Maha Suci Allah, apa ini?”

“Sudahlah, lanjutkan perjalanan!” jawab keduanya.

Maka mereka pun pergi melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan, mereka mendatangi seseorang lagi. Orang tersebut sedang terlentang dan di sebelahnya ada orang lain yang berdiri dengan membawa gergaji dari besi. Tiba-tiba digergajinya salah satu sisi wajah orang yang sedang terlentang itu hingga mulut, tenggorokan, mata, sampai tengkuknya. Kemudian si penggergaji pindah ke sisi yang lain dan melakukan hal yang sama pada sisi muka yang pertama. Orang yang menggergaji ini tidak akan pindah ke sisi wajah lainnya hingga sisi wajah si terlentang tersebut sudah kembali seperti sediakala. Jika dia pindah ke sisi wajah lainnya, dia akan menggergaji wajah si terletang itu seperti semula. Begitu seterusnya dia melakukan hal tersebut berulang-ulang.

Rasulullah pun bertanya, “Subhanallah, apa pula ini?”

Kedua tamunya menjawab, “Sudah, menjauhlah!”

Maka mereka pun kembali melanjutkan perjalanan. Selanjutnya mereka mendatangi sesuatu seperti sebuah tungku api, atasnya sempit sedangkan bagian bawahnya besar, dan menyala-nyala api dari bawahnya. Di dalamnya penuh dengan jeritan dan suara-suara hiruk pikuk. Mereka pun melongoknya, ternyata di dalamnya terdapat para lelaki dan wanita dalam keadaan telanjang. Dan dari bawah ada luapan api yang melalap tubuh mereka. Jika api membumbung tinggi mereka pun naik ke atas, dan jika api meredup mereka kembali ke bawah. Jika api datang melalap, maka mereka pun terpanggang.

Rasulullah kembali bertanya, “Siapa mereka?”

Kedua tamunya menjawab, “Menjauhlah, menjauhlah!”

Akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini mereka mendatangi sebuah sungai, sungai yang merah bagai darah. Ternyata di dalam sungai tadi ada seseorang yang sedang berenang, sedangkan di tepi sungainya telah berdiri seseorang yang telah mengumpulkan bebatuan banyak sekali. Setiap kali orang yang berenang itu hendak berhenti dan ingin keluar dari sungai, maka orang yang ditepi sungai mendatangi orang yang berenang itu dan menjejali mulutnya sampai ia pun berenang kembali. Setiap kali si perenang kembali mau berhenti, orang yang di tepi sungai kembali menjejali mulut si perenang dengan bebatuan hingga dia kembali ke tengah sungai.

Rasulullah pun bertanya, “Apa yang dilakukan orang ini?!”

“Menjauhlah, menjauhlah!” jawab kedua tamunya.

Maka mereka pun melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan kali ini, mereka mendapatkan seseorang yang amat buruk penampilannya, sejelek-jeleknya orang yang pernah kita lihat penampilannya, dan di dekatnya terdapat api. Orang tersebut mengobarkan api itu dan mengelilinginya.

“Apa ini?!” tanya Rasulullah

“Menjauhlah, menjauhlah!” jawab kedua tamunya.

Lalu mereka melanjutkan perjalanan lagi. Dalam perjalanan mereka menemukan sebuah taman yang indah, dipenuhi dengan bunga-bunga musim semi. Di tengah taman itu ada seorang lelaki yang sangat tinggi, hingga Rasulullah hampir tidak bisa melihat kepala orang itu karena tingginya. Di sekeliling orang tinggi itu banyak sekali anak-anak yang tidak pernah Rasul lihat sebegitu banyaknya.

Melihat itu, Rasulullah kembali bertanya, “Apa ini? Dan siapa mereka?”

Kedua tamunya menjawab, “Menjauhlah, menjauhlah!”

Maka mereka pun pergi berlalu. Lalu mereka menyaksikan sebuah pohon yang amat besar, yang tidak pernah Rasul lihat pohon yang lebih besar dari ini. Pohon ini juga indah. Kedua tamu Rasul berkata, “Naiklah ke pohon itu!”

Lalu mereka pun memanjatnya. Rasul dituntun menaiki pohon dan dimasukkannya ke dalam sebuah rumah yang sangat indah yang tak pernah Rasul lihat seumpamanya. Di dalamnya terdapat lelaki tua dan muda. Lalu mereka sampai pada sebuah kota yang dibangun dengan batu bata dari emas dan perak. Mereka mendatangi pintu gerbang kota itu. Tiba-tiba pintu terbuka dan mereka memasukinya. Mereka disambut oleh beberapa orang, sebagian mereka adalah sebaik-baik bentuk dan rupa yang pernah kita lihat, dan sebagiannya lagi adalah orang yang seburuk-buruk rupa yang pernah kita lihat. Kedua tamu yang bersama Rasulullah berkata kepada orang-orang itu, “Pergilah, dan terjunlah ke sungai itu!”

Ternyata ada sungai terbentang yang airnya sangat putih jernih. Mereka pun segera pergi dan menceburkan dirinya masing-masing ke dalam sungai itu. Kemudian mereka kembali kepada Rasululullah dan dua tamunya. Kejelekan serta keburukan rupa mereka tampak telah sirna, bahkan mereka dalam keadaan sebaik-baik rupa!

Lalu kedua orang tamu Rasulullah berkata, “Ini adalah Surga ‘Adn, dan inilah tempat tinggalmu!”

“Rumah pertama yang kau lihat adalah rumah orang-orang mukmin kebanyakan, adapun rumah ini adalah rumah para syuhada’, sedangkan aku adalah Jibril dan ini Mika’il. Maka angkatlah mukamu (pandanganmu).”

Maka mata Rasulullah langsung menatap ke atas, ternyata sebuah istana bagai awan yang sangat putih. Kedua tamu Rasulullah berkata lagi, “Inilah tempat tinggalmu!”

Rasulullah berkata kepada mereka, “Semoga Allah memberkati kalian.”

Kedua tamu itu lalu hendak meninggalkan Rasulullah. Maka Rasulullah pun segera ingin masuk ke dalamnya, tetapi kedua tamu itu segera berkata, “Tidak sekarang engkau memasukinya!” [1]

“Aku telah melihat banyak keajaiban sejak semalam, apakah yang kulihat itu?” tanya Rasulullah kepada mereka.

Keduanya menjawab, “Kami akan memberitakan kepadamu. Adapun orang yang pertama kau datangi, yang remuk kepalanya ditimpa batu, dia itu adalah orang yang membaca Al Qur’an tetapi ia berpaling darinya, tidur di kala waktu shalat fardhu (melalaikannya). Adapun orang yang digergaji mukanya sehingga mulut, tenggorokan, dan matanya tembus ke tengkuknya, adalah orang yang keluar dari rumahnya dan berdusta dengan sekali-kali dusta yang menyebar ke seluruh penjuru. Adapun orang laki-laki dan perempuan yang berada dalam semacam bangunan tungku, maka mereka adalah para pezina. Adapun orang yang kamu datangi sedang berenang di sungai dan dijejali batu, maka ia adalah pemakan riba. Adapun orang yang sangat buruk penampilannya dan di sampingnya ada api yang ia kobarkan dan ia mengitarinya, itu adalah malaikat penjaga neraka jahannam.

Adapun orang yang tinggi sekali, yang ada di tengah-tengah taman, itu adalah Ibrahim AS. Sedangkan anak-anak di sekelilingnya adalah setiap bayi yang mati dalam keadaan fitrah.”

Lalu di sela-sela penyampaian cerita ini, para sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan anak orang-orang musyrik?”

Rasulullah menjawab, “Dan anak orang-orang musyrik.”

Lalu Rasulullah SAW melanjutkan ceritanya.

Adapun orang-orang yang sebagian mukanya bagus, dan sebagian yang lain mukanya jelek, mereka itu adalah orang-orang yang mencampuradukan antara amalan shalih dan amalan buruk, maka Allah mengampuni kejelekan mereka. []

Maraji’: Riyadhush Shalihin

_______________
Catatan kaki:

[1] Dalam hadits riwayat Bukhari lainnya, dikisahkan bahwa kedua tamu Rasulullah itu mengatakan kepada Rasulullah SAW, “Kamu masih memiliki sisa umur yang belum kamu jalani, jika kau telah melaluinya maka kau akan masuk rumahmu.” (HR. Bukhari)

(hdn/hudzaifah)

Gelas-Gelas Kristal; Manajemen Emosi Wanita (Bagian ke-1)

Posted in Mar'ah Shalihah oleh Dwi Widya pada Oktober 30, 2009

Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo

dakwatuna.com – Allah berfirman: “Dan bergaullah bersama mereka (istri) dengan cara yang patut (diridhai oleh Allah). Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa:19).

Bila para pakar merasa kewalahan dan kebingungan untuk secara cermat dan pasti memahami hakikat manusia, seperti ekspresi Dr. Alexis Karel melalui bukunya Man is The Unknown yang menggambarkan akhir pencariannya pada frustasi, keputus-asaan dan jalan buntu dalam memahami hakikat dan perilaku manusia, maka tentunya manusia sendiri akan lebih sulit lagi meraba kejiwaan wanita yang pada aktualisasi emosinya bagaikan gelas-gelas kristal yang memiliki banyak dimensi, segi dan sudut sebagai bagian estetikanya namun pada saat yang sama secara embodied ia bersifat rawan pecah (fragile) perlu perlakukan lembut dan sensitif yang dalam bahasa Arab kaum wanita sering diistilahkan sebagai al-jins al-lathif (jenis lembut) terutama menyangkut dinamika kejiwaan, relung-relung emosional dan lika-liku perasaannya.

Dalam kodrat wanita terutama yang menyangkut emosinya yang demikian itu sebagai kelebihan sekaligus dapat pula berpotensi menjadi kekurangannya kadang kaum wanita sendiri sering salah paham dan sulit memahami dirinya apalagi mengendalikan dan mengelola emosinya secara baik. Padahal secara kodrati penamaan wanita sebagai terjemahan dari an-niswah dalam bahasa jawa merupakan kependekan dari wani ditata yang berarti berani ditata atau dikelola. Dengan demikian sebenarnya manusia itu sendiri sudah merasakan kodrat hidup dan apa yang dialaminya, sudah menangkap adanya sesuatu yang menjadi fitrah dan takdirnya sebagaimana Allah ungkapkan hal itu pada surat al-Qiyamah: 14. Namun secara empiris manusia lebih suka mencari jati dirinya di luar dirinya, lebih cenderung mencari faktor, oknum dan kambing hitam selain dirinya dengan menutup, menipu dan membodohi diri sendiri. Oleh karenanya Allah Sang Khalik mengingatkan umat manusia untuk melihat ke dalam, mengaca diri dan jujur pada diri sendiri sehingga dapat mengoptimalkan pengelolaan kekurangan dan kelebihannya tanpa dinodai upaya manipulasi dan distorsi. (QS. Adz-Dzariyat:21)

Ayat di atas sangat erat dan lekat dengan pasangan suami istri sebagai pesan pertama pernikahan. Ayat ini begitu agungnya melandasi ikatan perkawinan sehingga dicantumkan di halaman pertama buku nikah sebagai wasiat ilahi hubungan suami istri yang harus dilandasi kepada kesadaran tenggang rasa, ngrekso dan ngemong satu sama lain yang merupakan bahasa lain dari pengendalian perasaan dan manajemen emosi dalam rumah tangga.

Rasulullah bersabda:

“Terimalah wasiat tentang memperlakukan kaum wanita (istri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang melekuk. Dan sesuatu yang paling melekuk itu adalah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya secara paksa tanpa hati-hati, maka kalian akan mematahkannya. Sedang jika kalian membiarkannya, maka ia akan tetap melekuk. Oleh karena itu, terimalah wasiat memperlakukan wanita dengan baik.” (HR. Ahmad dan Al-Hafidz Al-Iraqi).

Pada riwayat lain dari hadits ini dijelaskan, bahwa sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk berlekuk. Jika kalian mencari kenikmatan darinya, maka kalian akan mendapatkannya. Sedangkan di dalam dirinya masih tetap ada sesuatu yang melekuk. Di mana jika kalian hendak meluruskannya, maka kalian akan mematahkannya. Patah di sini berarti perceraian. (HR. Muslim).

Syeikh Waliyullah Ad-Dahlawi dalam Hujjatullah al-Balighah (II/708) menjelaskan makna hadits di atas ialah: “terimalah wasiat dariku (rasulullah) dan gunakan untuk memahami wanita (isteri). Karena pada penciptaannya terdapat sesuatu yang ‘melekuk’. Sebagaimana lazimnya setiap sesuatu akan mewarisi sifat dasarnya. Jika seseorang ingin mengarungi bahtera rumah tangga bersama pasangannya, maka ia harus siap untuk mentolerir dan memaafkan perkara-perkara sepele yang terjadi dan menahan amarah karena sesuatu yang tidak disukainya.”

Dalam hal itu, Rasulullah saw tidak bermaksud memvonis bahwa wanita itu adalah makhluk yang berperangai buruk. Beliau hanya ingin menyampaikan fakta, fenomena dan realitas nyata agar kaum pria bersikap realistis dan siap berinteraksi, bergaul dengan mitra hidupnya dan bagi kaum wanita agar dapat mawas diri. Artinya, jika dalam diri istrinya didapati suatu letupan maupun ledakan emosi, serta menyaksikan ekspresi maupun luapan perasaan yang tidak berkenan di hatinya, maka ia akan menghadapinya dengan sabar dan bermurah hati, tanpa bersikap reaktif dan terpengaruh amarah sehingga menumbuhkan kebencian dan rasa muak, namun ia justru akan melihat sisi baik mitranya. Karena ia hanyalah seorang manusia yang mempunyai sisi baik dan sisi buruk sebagaimana dirinya. Karena itu, Rasulullah bersabda: “seorang mukmin hendaknya tidak membenci mukminat hanya karena satu perangai yang dianggap buruk. Sebab, jika ia membenci satu perangai, maka pastilah ada perangai lain yang akan ia sukai.”

Sejarah tidak pernah menjumpai dalam satu agama atau tradisi mana pun, suatu ajaran yang begitu care, apresiatif dan menghargai kodrat dan hak-hak wanita melebihi doktrin ajaran Islam. Adakah hikmah dibalik kehendak Allah menciptakan wanita dalam keadaan demikian? Memang, Allah tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia (QS. Ali-Imran: 191) dan Dia mengamanahkan kepada kaum wanita tugas-tugas penting dan sensitif seperti hamil, menyusui dan mendidik anak. Untuk itu Allah saw mempercayakan kepada mereka sifat-sifat dan pemberian yang sesuai tugasnya, yang berbeda dari sifat kaum pria dan pembawaannya.

Dr. Frederick mengatakan bahwa kaum wanita mengalami proses stagnasi yang tidak hanya terjadi pada perubahan fisiknya saja, melainkan juga pada tabiat dan keadaan psikisnya. Karena seandainya ia tidak memiliki emosi dan sifat kemanjaan anak-anak, maka pastilah ia tidak mampu menjadi ibu yang baik. Ia bisa dipahami anak-anak karena perasaannya yang masih terdapat unsur kekanak-kanakan.

Menurutnya, ia akan tetap seperti anak-anak dalam kemanjaan dan emosinya, bahkan dalam perkembangannya wanita lebih banyak bersifat kekanak-kanakan. Kelembutan hatinya dan sensitivitas perasaannya cenderung semakin bertambah lebih cepat dibanding daya pikirnya. Praduga, perasaan dan emosinya lebih banyak dipakainya daripada rasionya. Karena ia terkondisikan untuk lebih banyak bersikap pasif daripada bersifat aktif dan lebih banyak menerima dengan sikap pasrah daripada bersikap menguasai. Ia secara kodrati tercipta untuk berada di tengah anak-anak dan suami. Demikianlah posisinya dalam keluarga, yaitu pada titik sentral, untuk menjaga keharmonisan anggota keluarga dengan segala kecenderungan masing-masing. (Hayatuna al Jinsiyah, hal. 70).

Jika suami mampu memahami, maka ia akan menerima kenyataan dan mendapat kesenangan dari istri dalam batas-batas fitrahnya. Tetapi, jika ia tidak mampu memahaminya, maka ia akan berusaha menjadikan istrinya berbuat sesuai dengan ego kelaki-lakiannya, dari segi berfikir, sehingga mungkin ia akan gagal. Mungkin saja ia akan menghancurkan keluarganya, tempat di mana ia menyandarkan hidupnya. Karena ia menuntut hal mustahil di luar kodratnya. Oleh karenanya, Nabi saw berusaha mengingatkan suami agar hendaknya mendampingi, membimbing, mendidik dan tidak menjatuhkan hukuman dan vonis kepada istrinya hanya karena memiliki suatu sifat yang jelek, sebab ia pun demikian.

Syeikh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya Rakaiz al Iman Bayna al Aqlu wa al Qalbu, menegaskan bahwa Islam adalah agama yang agung, rahmatnya telah menyentuh kaum wanita dan melindunginya dari kesewenangan kaum pria. Ia telah memerdekakan perikemanusiaannya, baik jiwa maupun raga. Islam mengajarkan kepada pemeluknya mengenai posisi dan jati diri wanita untuk mengemban tugas dan fungsi keberadaannya. Oleh karena itu, mereka sebaiknya menjaga dan mengelola nilai-nilai kewanitaan yang ada pada diri mereka untuk menghadapi perlakuan yang dapat membuat mereka melepaskan eksistensi biologis dan psikologisnya.

Ketika fenomena dan realitas kewanitaan ini dipungkiri akan terjadi disharmoni dalam kehidupan keluarga dan masyarakat karena tidak mengindahkan sunnatullah. Oleh karena itu Rasulullah saw berpesan: “Sesungguhnya kaum wanita itu adalah saudara kaum pria, maka sayangilah mereka sebagaimana kalian menyayangi diri kalian sendiri.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Islam telah mengangkat harkat dan derajat kaum wanita serta menjadikan mereka sebagai saudara yang sejajar dengan kaum pria. Syariat Islam telah memelopori pengibaran bendera kesetaraan gender dengan menjadikan kaum wanita sebagai mitra suami dalam mengelola keluarga dan masyarakat.

Kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi wanita ini merupakan kunci pertalian cinta kasih pasangan suami istri yang menjadi jembatan menuju keluarga sakinah (QS.Ar-Rum:21). Dengan itu Allah menumbuhkan benih cinta di hati suami-istri sehingga dapat mendorong untuk menunaikan hak dan kewajiban masing-masing dalam bentuk yang paling sempurna tanpa ada perasaan tekanan dan kesan paksaan. Cinta suci tersebut merupakan perasaan tulus yang mendalam tanpa kedustaan dan kepura-puraan serta merasuki hidup sepanjang hayat. Nabi saw. pernah mengungkapkan kenangan cintanya pada Khadijah, “aku sungguh telah mendapatkan cinta sucinya.” (HR. Muslim).

Hal ini bukan berarti tumbuh secara tiba-tiba tanpa adanya upaya menanam dan merawat benih cinta, karena beliau memulai perkawinan dengan perasaan simpati yang netral. Namun benih cinta kasih pasangan suami istri yang shalih ini cepat tumbuh berkembang secara subur sebagai buah dari pergaulan yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf), kesetiaan, akhlaq setia, saling memberi dan menerima dengan tenggang rasa yang tinggi. Bukankah doktrin ta’aruf dalam Islam adalah untuk menuju tawasahu bil haqqi dalam atmosfir toleransi dan kesabaran terhadap watak masing-masing. Dengan sikap demikian maka suami istri menikmati kehidupan bersama yang baik dan menyenangkan.

– bersambung…

Cheap and Health

Posted in Healty Life oleh Dwi Widya pada Oktober 29, 2009

Puasa…puasa…menyehatkan

rajin bangun malam…menyehatkan

menangis…menangis disepertiga malam…menyehatkan

menulis…menulis…juga menyehatkan

^^

Sumpah Pemuda (lagi dan lagi)

Posted in Hikmah oleh Dwi Widya pada Oktober 29, 2009

81 tahun yang lalu…Sumpah Pemuda dibacakan setelah para pemuda Indonesia membulatan tekadnya untuk bersatu.
Sekitar 80 kali sudah sumpah Pemuda diperingati oleh bangsa ini, khususnya pemuda
Peringatan Sumpah Pemuda yang telah melewati beberapa era..yang entah apa dampaknya bagi bangsa ini.
Zaman Revoulusi, Pasca Kemerdekaan, Orde lama, Orde Baru, Reformasi, sampai detik kemarin 28 Oktober 2009.
Pemuda Indonesia untuk kesekian kalinya mengingat masa itu, mungkin beberapa ada yang kembali atau ikut bersumpah dengan simpah yang sama. Sumpah Pemuda.
Seperti menjadi kebiasaan dan budaya luhur Indonesia, yaitu memperingati hari bersejarah (tanpa makna dan dampak yang berarti atau mungkin dengan sedikit makna dan sedikit dampaknya)
Semoga tak hanya mengingat…Pemuda! buktikan sumpah itu!

Menuju Sehat dengan Detoksifikasi: Fungsinya Bukan Cuma Menguruskan Tubuh

Posted in Healty Life oleh Dwi Widya pada Oktober 24, 2009

Detoksifikasi boleh jadi merupakan salah satu pembicaraan yang kini tengah tren di antara ibu-ibu. Terutama mereka yang punya masalah dengan berat tubuh. Entah mengapa detoksifikasi selalu dihubungkan dengan pengurusan tubuh. Padahal makna detoksifikasi jauh lebih luas dari itu. Untuk membedah apa yang namanya detoksifikasi ini, Sedap sekejap menghubungi Andang Gunawan, ahli Terapi Gizi, lulusan Queensland Institute of Natural Science. Berikut adalah hasil wawancara dengan wanita yang juga Pemimpin Redaksi Majalah Nirmala dan Ketua Yayasan Perisai Bangsa itu.

Menjadi langsing adalah idaman setiap wanita. Dan sudah lama sekali wanita beranggapan cara puasa merupakan jalan pintas yang paling ampuh. Turunnya drastis dan waktunya singkat pula. Padahal di balik puasa sebetulnya terjadi proses yang sungguh menyehatkan tubuh yaitu pembuangan racun-racun (detoksifikasi). Menurunnya berat tubuh hanya merupkan efek samping dari proses detoks tersebut.

Karena itulah bukan cuma orang gemuk yang perlu melakukan detoksifikasi. Yang kurus pun sebaiknya menjalani kegiatan ini secara periodik agar racun yang masuk dalam tubuh tidak menumpuk dan menjadi penyakit yang parah.

Sayangnya tidak semua orang merasa perlu melakukan detoksifikasi secara periodik. Alasan utama yang paling sering kita dengar, “Saya sehat, kok. Atau, bukankah tubuh juga sudah melakukan pembuangan makanan yang tidak terpakai setiap hari lewat buang air besar?”

Sebelum terpaksa pergi ke dokter, kita memang selalu merasa diri sehat. Padahal dengan pola makan, pola hidup, serta pencemaran yang terjadi saat ini, sulitlah buat kita untuk hidup sehat. Dan kalau buang air besar yang menjadi patokan, sesungguhnya sangat bisa jadi kotoran yang kita keluarkan hari ini merupakan kotoran 2 hari yang lalu. Jadi bisa dibayangkan, kita sudah menyimpan racun dalam tubuh selama 2 hari. Nah, detoksifikasi bertujuan membuang racun-racun yang sudah mengendon dalam tubuh hingga tubuh kita menjadi betul-betul baru dan sehat.

MANFAAT DETOKSIFIKASI

Pengusiran racun dalam tubuh tentu saja akan menyehatkan tubuh. Hingga cara ini kerap diterapkan untuk membantu penyembuhan berbagai penyakit. Penyakit tersebut antara lain, asma, alergi, pilek, flu, bronkitis, asam urat, rematik, kanker stadium dini, insomnia, depresi, stres, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, penyumbatan pembuluh koroner, penyumbatan pembuluh arteri, obesitas, sariawan, mag, migren, penyakit kulit, serta ketergantungan obat, nikotin, alkohol, dan narkotik.

CARA DETOKSIFIKASI

Puasa untuk detoksifikasi bisa dilakukan dengan berbagai cara. Tetapi prinsipnya satu yakni, tidak memasukkan makanan berlebihan terutama yang tidak sehat, dan mengurangi pemborosan energi hingga energi yang dihasilkan tubuh betul-betul digunakan untuk merontokkan semua racun.

Penghematan energi tadi bisa dilakukan dengan puasa seperti yang selama ini dilakukan secara agama (makan hanya selepas magrib hingga sebelum subuh), atau hanya menyantap buah dan sayuran. Bahkan yang lebih ekstrem lagi hanya minum air putih saja.

Dengan berpuasa atau menyantap makanan yang mudah dicerna, tubuh tidak menggunakan energi untuk mencerna makanan, tetapi betul-betul untuk membuang racun.

Sayangnya, tidak semua orang paham akan makna dan tujuan puasa sesungguhnya hingga ketika lepas dari acara puasa, mereka kembali ke pola makan semula. Makanan yang masuk tidak diperhatikan jumlah maupun mutunya. Bahkan di saat puasa pun, kita kerap jor-joran di waktu berbuka hingga proses detoks tidak berlangsung sempurna.

Detoksifikasi dengan cara puasa seperti diajarkan agama pasti sudah tidak asing lagi untuk Anda. Tetapi bagi orang tertentu (misalnya, yang tidak biasa berpuasa), puasa seperti itu dirasakan berat. Dalam hal ini, puasa dengan hanya makan buah, akan banyak menolong.

Ada keuntungan juga melakukan pembuangan racun dengan hanya menyantap buah-buahan karena buah mengandung banyak air hingga kita terhindar dari dehidrasi dan rasa haus. Jangan lupa juga asupan air yang banyak akan memperlancar proses pembuangan. Buah juga sarat akan vitamin dan mineral . Dengan begitu, walau tidak menyantap makanan “berat”, tubuh tidak kekurangan vitamin. Sementara karbon yang terdapat pada buah juga berfungsi seperti tungku yang membantu pembakaran sisa makanan.

Agar gizi yang masuk cukup lengkap, konsumsilah buah yang bermacam-macam dalam sehari. Buah sebaiknya dibuat juice agar meringankan tugas pencernaan dan menghemat energi. Juice dibuat tanpa air. Banyaknya 1 gelas setiap dua jam. Selain buah, Anda bisa juga minum juice sayuran, tetapi keduanya tidak disarankan untuk dicampur dalam satu minuman. Untuk memberi aroma maupun rasa, Anda bisa menambahkan perasan air jeruk nipis atau jahe pada juice Anda. Namun hindari gula atau pemanis.

Di antara waktu minum juice itu, konsumsilah air putih sebanyak mungkin untuk memperlancar pembuangan.

KAPAN DAN BERAPA LAMA DETOKSIFIKASI DILAKUKAN?

Proses pembuangan racun sebaiknya dilakukan paling tidak 1 tahun sekali selama 30 – 40 hari, tergantung kondisi tubuh. Makin kurang sehat Anda, makin panjanglah waktu yang dibutuhkan untuk menghalau segala racun dalam tubuh.

Meski sudah dibuktikan melakukan puasa yang paling berat sekalipun (hanya minum air putih) selama 40 hari tidak berakibat buruk, toh, sebaiknya detoksifikasi dilakukan bertahap, terutama untuk pemula. Mulailah dulu 2 hari dalam 2 minggu, kemudian 2 hari dalam seminggu, begitu seterusnya sampai bisa dilakukan setiap hari berturut-turut selama 30 hari.

Seperti telah dijelaskan di atas, usai puasa, kita tetap harus menjaga asupan makanan supaya tubuh yang sudah sehat dan bebas racun tadi, tidak kembali dipenuhi racun. Namun, toh, kendati asupan makanan sudah dijaga, puasa baik sekali tetap dilakukan. Pendeknya makin sering kita berpuasa, makin sehatlah tubuh kita.

Biasanya tubuh segera akan memberi “peringatan” manakala sudah harus “dibersihkan”. Kondisi ini disebut asidosis. Saat itu keasaman tubuh sudah terlalu tinggi hingga rentan terhadap penyakit. Padahal keseimbangan asam basa bagi tubuh yang sehat antara 7,3 – 7,5. Gejala awal asidosis antara lain, sering sakit kepala, asma, sinusitis, mudah alergi, sering pilek, batuk, dan flu, sering kembung, sembelit, mag, kulit berjerawat, keputihan, napas dan keringat bau, dan kelebihan berat badan. Nah, kalau gejala-gejala tersebut sudah dialami, saatnyalah kembali berpuasa meski Anda relatif baru menjalankan puasa.

Harap diingat juga, kendati tubuh masih kuat berpuasa, sebaiknya puasa segera dihentikan setelah 40 hari. Karena kemampuan tubuh menyediakan makanan atau sumber energi maksimum hanya sampai 40 hari. Lebih dari itu tubuh kita akan kelaparan dan kekurangan energi. Akibatnya tubuh tidak hanya kurus, tetapi juga kering, keriput, dan rentan terhadap penyakit.

EFEK SAMPING DETOKSIFIKASI

Saat toksin melewati pembuluh darah, tubuh memang akan memberi reaksi. Timbullah sakit kepala, mual, kembung, sembelit, pilek, flu, demam ringan, gangguan kulit, gangguan emosi (gelisah cemas, uring-uringan, dan sulit memusatkan pikiran), serta kedinginan. Kadang juga disertai perubahan warna air seni dan napas bau.

Reaksi ini sangat individual sifatnya. Pada orang tertentu reaksi ini boleh jadi tidak muncul atau sudah terjadi pada hari pertama. Tetapi umumnya reaksi di atas baru muncul pada hari ketiga karena pada hari ketiga tubuh mulai mengambil energi dari lemak setelah hari pertama mengambil glukosa dari otot, dan hari kedua dari lever. Nah, supaya bisa sampai ke otak, lemak harus mengalami tahap perubahan hingga membutuhkan waktu lebih lama.

Kalau reaksi ini muncul, tidak perlu menghentikan puasa. Kurangi saja aktivitas yang menguras energi, hindari juga berpanas-panas di bawah matahari, minum air putih atau jus sebanyak-banyaknya, atau segera tidur. Biasanya reaksi ini hanya berlangsung satu hari saja. Tetapi kalau sakit kepala betul-betul tidak tertahankan, baik juga Anda pergi ke dokter dan menghentikan puasa.

DILARANG BERPUASA

Meski puasa amat penting untuk menghalau segala racun dalam tubuh, toh, tidak semua orang disarankan menjalankannya. Orang-orang yang kurang gizi, misalnya, tentu lebih tidak akan mampu melakukan puasa. Kalaupun mampu, pasti berakibat buruk bagi tubuhnya. Hal ini juga berlaku bagi mereka yang berat badannya kurang.

Ibu sehat, tetapi sedang hamil atau menyusui pun kurang disarankan untuk melakukan detoksifikasi. Begitu juga mereka yang sedang menderita kanker stadium lanjut, tukak lambung, diabetes kronis, lemah jantung, gagal ginjal, sakit jantung, dan TBC. Puasa juga hanya dianjurkan bagi orang dewasa. Balita dan manula sebaiknya tidak melakukannya.

Nah, melihat pentingnya detoksifikasi bagi tubuh kita, mengapa Anda tidak segera memulainya hari ini juga. Awali hari Anda dengan minum air putih, setidaknya 2 gelas setelah itu lanjutkan dengan juice buah setiap 2 jam. Hasilnya, tubuh bebas penyakit, segar, dan nyaman. Tentu kalau langkah-langkah puasa Anda dijalankan dengan benar seperti uraian di atas. sdp@Semy http://www.sedap-sekejap.com/artikel/2000/edisi9/files/sehat.htmCalifornian-Fruit-Salad

Hari ini Milik Anda

Posted in Hikmah oleh Dwi Widya pada Oktober 24, 2009

Jika kamu berada di pagi hari, janganlah menunggu sore tiba. Hari
inilah yang akan Anda jalani, bukan hari kemarin yang telah berlalu dengan
segala kebaikan dan keburukannya, dan juga bukan esok hari yang belum
tentu datang. Hari yang saat ini mataharinya menyinari Anda, dan siangnya
menyapa Anda inilah hari Anda.
Umur Anda, mungkin tinggal hari ini. Maka, anggaplah masa hidup
Anda hanya hari ini, atau seakan-akan Anda dllahirkan hari ini dan akan
mati hari ini juga. Dengan begitu, hidup Anda tak akan tercabik-cabik
diantara gumpalan keresahan, kesedihan dan duka masa lalu dengan
bayangan masa depan yang penuh ketidakpastian dan acapkali menakutkan.
Pada hari ini pula, sebaiknya Anda mencurahkan seluruh perhatian,
kepedulian dan kerja keras. Dan pada hari inilah, Anda harus bertekad
mempersembahkan kualitas shalat yang paling khusyu’, bacaan al-Qur’an
yang sarat tadabbur, dzikir dengan sepenuh hati, keseimbangan dalam segala
hal, keindahan dalam akhlak, kerelaan dengan semua yang Allah berikan,
perhatian terhadap keadaan sekitar, perhatian terhadap kesehatan jiwa dan
raga, serta perbuatan baik terhadap sesama.
Pada hari dimana Anda hidup saat inilah sebaiknya Anda membagi
waktu dengan bijak. Jadikanlah setiap menitnya laksana ribuan tahun dan
setiap detiknya laksana ratusan bulan. Tanamlah kebaikan sebanyakbanyaknya
pada hari itu. Dan, persembahkanlah sesuatu yang paling indah
untuk hari itu. Ber-istighfar-lah atas semua dosa, ingatlah selalu kepada-
Nya, bersiap-siaplah untuk sebuah perjalanan menuju alam keabadian, dan
nikmatilah hari ini dengan segala kesenangan dan kebahagiaan! Terimalah
rezeki, isteri, suami, anak-anak, tugas-tugas, rumah, ilmu, dan jabatan Anda
hari dengan penuh keridhaan.
{Maka berpegangteguhlah dengan apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah
kamu termasuk orang yang bersyukur.}
(QS. Al-A’raf: 144)
Hiduplah hari ini tanpa kesedihan, kegalauan, kemarahan, kedengkian
dan kebencian.
Jangan lupa, hendaklah Anda goreskan pada dinding hati Anda satu
kalimat (bila perlu Anda tulis pula di atas meja kerja Anda): Harimu adalah
hari ini. Yakni, bila hari ini Anda dapat memakan nasi hangat yang harum
baunya, maka apakah nasi basi yang telah Anda makan kemarin atau nasi
hangat esok hari (yang belum tentu ada) itu akan merugikan Anda?
Jika Anda dapat minum air jernih dan segar hari ini, maka mengapa
Anda harus bersedih atas air asin yang Anda minum kemarin, atau
mengkhawatirkan air hambar dan panas esok hari yang belum tentu terjadi?
Jika Anda percaya pada diri sendiri, dengan semangat dan tekad yang
kuat Anda, maka akan dapat menundukkan diri untuk berpegang pada
prinsip: aku hanya akan hidup hari ini. Prinsip inilah yang akan menyibukkan
diri Anda setiap detik untuk selalu memperbaiki keadaan, mengembangkan
semua potensi, dan mensucikan setiap amalan.
Dan itu, akan membuat Anda berkata dalam hati, “Hanya hari ini
aku berkesempatan untuk mengatakan yang baik-baik saja. Tak berucap
kotor dan jorok yang menjijikkan, tidak akan pernah mencela, menghardik
dan juga membicarakan kejelekan orang lain. Hanya hari ini aku
berkesempatan menertibkan rumah dan kantor agar tidak semrawut dan
berantakan. Dan karena hanya ini saja aku akan hidup, maka aku akan
memperhatikan kebersihan tubuhku, kerapian penampilanku, kebaikan tutur
kata dan tindak tandukku.”
Karena hanya akan hidup hari ini, maka aku akan berusaha sekuat
tenaga untuk taat kepada Rabb, mengerjakan shalat sesempurna mungkin,
membekali diri dengan shalat-shalat sunah nafilah, berpegang teguh pada
al-Qur’an, mengkaji dan mencatat segala yang bermanfaat.
Aku hanya akan hidup hari ini, karenanya aku akan menanam dalam
hatiku semua nilai keutamaan dan mencabut darinya pohon-pohon kejahatan
berikut ranting-rantingnya yang berduri, baik sifat takabur, ujub, riya’, dan
buruk sangka.
Hanya hari ini aku akan dapat menghirup udara kehidupan, maka
aku akan berbuat baik kepada orang lain dan mengulurkan tangan kepada
siapapun. Aku akan menjenguk mereka yang sakit, mengantarkan jenazah,menunjukkan jalan yang benar bagi yang tersesat, memberi makan orang
kelaparan, menolong orang yang sedang kesulitan, membantu yang orang
dizalimi, meringankan penderitaan orang yang lemah, mengasihi mereka
yang menderita, menghormati orang-orang alim, menyayangi anak kecil,
dan berbakti kepada orang tua.
Aku hanya akan hidup hari ini, maka aku akan mengucapkan, “Wahai
masa lalu yang telah berlalu dan selesai, tenggelamlah seperti mataharimu.
Aku tak akan pernah menangisi kepergianmu, dan kamu tidak akan pernah
melihatku termenung sedetik pun untuk mengingatmu. Kamu telah
meninggalkan kami semua, pergi dan tak pernah kembali lagi.”
“Wahai masa depan, engkau masih dalam kegaiban. Maka, aku tidak
akan pernah bermain dengan khayalan dan menjual diri hanya untuk sebuah
dugaan. Aku pun tak bakal memburu sesuatu yang belum tentu ada, karena
esok hari mungkin tak ada sesuatu. Esok hari adalah sesuatu yang belum
diciptakan dan tidak ada satu pun darinya yang dapat disebutkan.”
“Hari ini milik Anda”, adalah ungkapan yang paling indah dalam
“kamus kebahagiaan”. Kamus bagi mereka yang menginginkan kehidupan
yang paling indah dan menyenangkan.

(Dr. ‘Aidh Al Qarni- “La Tahzan”)

Saat Pembuktian dalam Banyaknya (Fatamorgana) Ruang-Ruang Investasi

Posted in Hikmah oleh Dwi Widya pada Oktober 24, 2009

Seorang saudara yng sangat kucintai pernah berkata padaku… ”kita bakalan pusing mikirin masalah2 atau realita di kampus, kalau kita nggak bergerak alias mengkongkritkan solusinya”…that’s right, isn’t it?

Mendengar musik disco, rapp, atau yang paling minim, pop…pastinya nggak masuk dalam agenda dan kebiasaan kita bukan? Bagaimana kalau mau tidak mau itu jadi agenda kita?

Melihat dan mendengar orang di dekat kita mengeluarkan caci maki dan sumpah serapah, tentu sangat jarang ku jumpai selama aku hidup 6 tahun terakhir ini

Perjalanan pulang dari kantor menuju rumah, sekitar 2 jam. Naik angkot 1x, kemuian bis besar lewat tol, terakhir naik angkot lagi. Untuk sampai rumah harus dtambah jalan kaki sekitar 300m. Biasanya keluar kantor 17.30. Sholat maghrib di suatu mushola, kemudian naik bis dst. Sampai rumah kurang lebih jam 20.00.

Jika saja ku mau memenangkan ego dan beeerratus apologi yang bisa kubuat, pastinya ku hanya punya 2 hari dalam sepekan. Untuk melakukan hal lain selain kerjaan kantor. Itupun harus dikurangi waktu istirahat (katakanlah waktu balas dendam setelah berlelah-lelah dengan rutinitas harian), waktu untuk bersih (nyuci, dll), bantu ortu, dll. Dan aku juga punya sisa waktu pada jam-jam di sela-sela istirahat kantor, atau jam saat aku sudah pulang dari kantor (itupun kalau nggak langsung tepar), atau jam sebelum aku berangkat kerja (dan itu juga kalau ingat bangun malam dan habis subuh nggak tidur lagi).

Ada dua pilihan. Pertama, lakukan sesuai dengan aliran yang mengalir disekelilingku, yang mungkin tidak salah, namun hanya cukup, tidak ada surplus. Kedua, memanfaatkan ruang investasi yang ada, dengan berusaha tidak melewatkan setiap keutamaan yang ada (keutamaan siang dengan ramai dan terangnya, dan keutamaan malam dengan sunyi, gelap dan airmata muhasabah)

”…di antara hamba-hamba kami, lalu ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang lebih dahulu bebuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.”(35:32)

Suatu hari di perjalanan pulang dengan angkutan umum. Saat nunggu angkot ngetem (menunggu penumpang penuh) Astagfirullah… begitu banyak pembicaraan yang tak enak didengar. Tak sampai hati membiarkan telinga ini menangkap suara-suara itu. Saat itu aku hanya bisa diam. Sesekali menatap si pembicara dengan tatapan rasa tak suka. Dan hatiku hanya bisa mengingkari dan mendoakan. Dan ketika di dalam bis, berharap bisa duduk lebih nyaman.. Ku dengar seorang wanita dewasa berkata ”bang…musiknya yang tadi enak tuh…buat dugem biasanya”…tak lama si wanita mengakhiri kalimatnya, dan musik bernuansa disco dugem pun terdengar sepanjang perjalananku bersama bis itu. Lagi-lagi aku hanya diam, mengingkari, dan berdoa. Kali ini ku sempatkan untuk baca buku sampai sempat tertidur. (suasana di bis AC Mayasari Bhakti sebenarnya sangat nyaman untuk istirahat dan baca buku, bahkan tilawah). Peristiwa seperti itu bukan hanya sesekali ada di dekatku. Pasti ada maksud lain, Allah memperlihatkan fenomena2 itu jelas tak sampai 5 meter di depan mataku, dalam dimensi waktu dan tempat yang sama.

Di kesempatan lain, tak jarang tanpa sengaja (namun masuk dalam skenarionya) bertemu dengan ibu2 atau mbak2 yang enak di ajak ngobrol, kenalan, sampai diskusi. Kadang di angkutan umum, kadang di tempat nunggu bis, di Bank, saat mengantri ATM. Mereka dari berbagai latar belakang, karyawan biasa, eksekutif muda, ibu2 kaya, penjual di warteg. Tak jarang mereka cukup hanif dan menampakan rasa percaya untuk berbicara dengan ku Lagi2 pasti ada maksud lain Allah mempertemukanku dengan mereka dalam waktu yang relatif singkat.

Fenomena2 itu begitu sederhana bukan, namun nyata dan dekat adanya. Kesempatan yang tak sama pada tiap2 kejadian yang menjadi ruang2 investasiku. Kuncinya…apakah aku mau berinvestasi disana…? memupuk investasi kecil2an…yang sangat menjanjikan keuntungannya di masa depan. Jaminannya pun nggak sembarangan.

Kenyataan itu membuat hati ini terusik, namun kenapa belum sanggup membuat raga ini menanggapi usikan itu.

Kalau saja aku berani menegur orang yang mencaci maki orang lain, kalau saja aku dengan percaya diri meminta no HP salah satu dari beberapa wanita yang kutemui atau menawari ibu2 hanif untuk mengaji. Tapi Alhamdulillah, Alah mengizinkan lidah kelu sempat berkata pada yang memaki ”sabar pak…sabar..” dan sempat memberi CP sekretariat DPD PKS dan memberitahu jadwal pengajian tahsin di DPCku pada seorang ibu yang kutemui diBSM yang ternyata beliau simpatisan PeKaeS ^^

Pada ruang yang lain, usikan yang kurasa lebih keras, rasa gundah begitu membuncah ketika kulihat realita dalam skala makro. Mungkin saat itu ’mental penguasa (kampus)’ memacuku diriku untuk merasa ’aku harus berbuat, aku harus ada dalam perubahan ini’. Mungkin lebih tepatnya bermimpi.

Tanpa kusadari betul bahwa itu semua membutuhkan ’kekuatan’. Tanpa ku mau akui…cukupkah is’tiabku menampung semua itu. Secara teori aku masih sangat ingat, pentingnya seseorang memiliki isti’ab internal dan eksternal yang mampu menampung, mengelola, dan memberi solusi untuk banyaknya qodhoya umat. Allah tak akan membebani seseorang diluar batas kemampuannya bukan? Dan seseorang tak kan pernah tau ia mampu atau tidak sebelum ia berusaha dan mencobanya. Berusaha dan mencoba bukan tanpa arah. Namun dengan arah, tujuan yang jelas, analisa dan cara yang baik, dan segala hal yang menjadi perbekalan yang cukup untuk menjawab banyak tantangan.

Dan aku bukanlah daun berserakan, atau batang lidi yang lepas terhambur dari ikatannya apalagi anak domba yang terpisah dari gerombolannya (yang siap diterkam serigala lapar perusak zaman).

Realita makro itupun adalah ruang2 investasi yang diperuntukan untuk para jundullah dan aku ingin menjadi salah satu darinya. Namun jika boleh ku katakan…itu mungkin barulah (fatamorgana) ruang2 investasiku. Yang suatu saat, cepat ataupun lambat dengan izinNya harus siap ku masuki. Dan bukankah ’investasi kecil-kecilan’ tadi menjadi himpunan bagian dari realita makro ini. Subhanallah, Allah yang maha rahman dan rahiin menciptakan segala sesuatunya sesuai dengan ukurannya.

Semuanya… aku, dia, mereka, dan realita2 itu terus bergerak. Apa yang menjadi kehendakNya akan terjadi. Sunatullah pun pasti akan terlaksana.

Memberikan kontribusi terbaik pada apa yang ada dihadapan kita sekarang, pada apa yang menjadi tanggung jawab kita sekarang, walau tampak kecil di mata manusia. Kaidahnya, utamakan pandangan Allah daripada pandangan manusia.

Jika dihadapanku adalah ayah, ibu, kakak dan adikku, maka jadikan mereka sebagai teman dan keluarga sejati di surga nanti.

Jika di depanku adalah sekumpulan ibu-ibu, maka jadikan dan ajaklah mereka menjadi ibu-ibu yang taat padaNya, menjadi ibu2 yang luar biasa bagi suami, anak2, keluarga, dan tetangganya.

Jika di depanku adalah anak2 TPA, maka jadikan dan ajak mereka menjadi anak2 yang mengenal dan taat pada Rabbnya, berbakti pada orang tuanya, dan bercita-cita mulia

Jika di depanku adalah para pemulung barang bekas, maka jadikan mereka orang yang tetap fakir…fakir ilallah, namun ajak mereka dan diri untuk senantiasa bersyukur, dan jadikan mereka yang semula mustahiq menjadi muzaki.

Dan, jika di depanku adalah seperangkat komponen elektronika yang jelas tak bernyawa dan berakal, maka, jadikan itu semua sebagai peralatan dan ’senjata’ yang mampu mengangkat izzah dien ini dan memenangkanya.

Laa Haula wala Quwwata illa billahil ‘aliyyil Adhim

Angin Kemenangan dari Yarmuk

Posted in Sirah oleh Dwi Widya pada Oktober 24, 2009

“Wahai Hamba Allah, bantulah agama Allah, pasti Ia akan membantu kalian dan mengokohkan kaki kalian. Sesungguhnya janji Allah adalah benar. Wahai kaum muslimin, bersabarlah kalian. Sesungguhnya kesabaran akan menyelamatkan kalian dari kekufuran dan membuat ridha Rabb kalian dan menjauhkan kalian dari celaan. Jangan sampai kalian meninggalkan tempat dan jangan memulai maju menyerbu mereka. Tetapi seranglah mereka dahulu dengan panah, dan berlindunglah kalian dengan perisai kalian. Perbanyak diam kecuali dzikir kepada Alloh dalam diri kalian, hingga aku mengintruksikan sesuatu kepada kalian, insya Allah.”

Perkataan di atas merupakan nasehat Abu Ubaidah kepada kaum muslimin dalam Perang Yarmuk yang terjadi pada tahun 13 Hijriah, yakni pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq. Perang Yarmuk adalah perang antara kaum Muslimin yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dan Kekaisaran Romawi Timur yang dipimpin oleh Tazariq. Pertempuran ini oleh beberapa sejarawan, dipertimbangkan sebagai salah satu pertempuran penting dalam sejarah dunia, karena perang ini menandakan gelombang besar pertama penaklukan pasukan Islam di luar Arab, dan cepat masuknya Islam ke Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang rakyatnya menganut agama Nasrani.

Pada peperangan ini Khalid bin Walid membawa 30.000 hingga 40.000 pasukan. Jumlah tersebut merupakan jumlah pasukan Muslim terbesar yang belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah Arab. Saif bin Umar meriwayatkan dengan sanadnya dari para gurunya, bahwa dalam tentara kaum muslimin terdapat 1000 orang sahabat nabi, 100 dari mereka adalah pasukan yang ikut dalam perang Badar.

Sedangkan di pihak Romawi, jumlahnya jauh lebih besar daripada pasukan Khalid. Pada peperangan ini tentara Romawi keluar dalam jumlah yang tidak pernah terjadi sebelumnya, yakni sebanyak 240.000 personil pasukan. Terdiri dari 80.000 pasukan diikat dengan rantai besi, 80.000 pasukan berkuda dan 80.000 pasukan infantri. Mereka juga membawa para pendeta, uskup maupun pihak gereja untuk memberikan motivasi kepada pasukan agar mereka menang.

Namun, jumlah musuh yang lebih banyak tidak membuat gentar Khalid dan pasukannya. Mereka terus berjuang melawan Romawi. Abu Hurairah memberi semangat kepada para tentara dan berkata, ”Berlombalah kalian mengejar para bidadari surga dan untuk bertemu Rabb kalian di surga yang penuh kenikmatan. Sesungguhnya Rabb kalian sangat cinta kepada kalian dalam situasi dan kondisi seperti ini. Ingatlah bahwa orang-orang yang bersabar memiliki kemuliaan yang khusus.”

Akhirnya, dengan pertolongan Allah perang yang dahsyat ini dimenangkan oleh pasukan Muslim. Tazariq, saudara Heraklius yang menjadi panglima tertinggi pasukan Romawi, terbunuh dalam peperangan ini.

Kaisar Romawi, Heraklius, ketika berada di Anthakiyah bertanya kepada para pasukannya apa yang menyebabkan mereka kalah perang, padahal jumlah mereka lebih banyak berlipat ganda dari jumlah pasukan kaum Muslim. Maka salah seorang yang dituakan dari mereka menjawab,”kami kalah disebabkan mereka shalat di malam hari, berpuasa di siang hari, mereka menepati janji, mengajak kepada perbuatan ma’ruf, mencegah dari perbuatan mungkar dan saling jujur sesama mereka. Sementara kita gemar minum khamr, berzina, mengerjakan segala yang haram, menyalahi janji, menjarah harta, berbuat kezhaliman, menyuruh kepada kemungkaran, melarang dari apa-apa yang diridhai Allah dan kita selalu berbuat kerusakan di bumi.” Mendengar jawaban itu Heraklius berkata, ”engkau telah berkata benar.”

”Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong agamaNya. Sebaliknya Dia pasti akan menghinakan orang-orang yang kafir terhadapNya. Sesungguhnya kalian tidak akan dikalahkan karena jumlah kalian yang sedikit, tetapi kalian akan dikalahkan disebabkan dosa-dosa kalian…”
(Abu Bakar ash-Siddiq, dalam suratnya menjelang Perang Yarmuk)

Umar bin al Khatthab ra pernah menulis surat kepada panglima perang Sa`ad bin Abi Waqqash di Iraq : “Janganlah kalian mengatakan sesungguhnya musuh kita lebih jelek dari kita maka sekali-kali tidak akan berkuasa atas kita, kadang-kadang bisa jadi dikuasakan atas satu qaum seseorang yang lebih jelek dari mereka, sebagaimana dikuasakan atas bani Israil kuffarul majuusi takkala mereka telah melakukan ma`aashiy (banyak maksiat), mintalah pertolongan kepada Allah atas diri diri kalian, sebagaimana kalian minta pertolongan kepada-Nya dari musuh kalian.”

Sumber: Ibnu Katsir. Al-Bidayah wan-Nihayah, Masa Khulafa’ur Rasyidin (terj.). Jakarta: Darul Haq. 2004.
Copy paste dari facebook tetangga

Laman Berikutnya »