Dwi Widya's


Setiap Anak Terlahir Kreatif

Posted in Aulade Gemilang oleh Dwi Widya pada November 18, 2009

KREATIVITAS dapat dipupuk dan dibentuk dalam lingkungan yang mendukung. Apalagi setiap anak dilahirkan dengan bakat kreatif.

Tokoh-tokoh di bidang seni, banyak yang mengakui sebagai orang yang kreatif. Siapa yang tidak kenal lagu-lagu ciptaan Melly Goeslaw yang orisinal atau lukisan karya Basuki Abdullah yang diakui seluruh dunia.

Namun, kreativitas tidak hanya terbatas pada seni. Kreativitas merupakan sikap yang tak hanya melibatkan pola pikir melainkan kemampuan anak menyelesaikan masalah. Tengoklah betapa Thomas Alva Edisson pencipta lampu pijar yang jatuh bangun mempertahankan ide dan kreativitasnya. Sementara orang lain mencemooh betapa konyol hal yang ia kerjakan. Kreatif tak hanya memiliki dan menjalankan ide, juga mampu mencari keunggulan dari kreativitas itu.

Irma Gustiana Andriani MPsi dari LPTUI mengatakan, sikap kreatif bisa muncul karena dua faktor, yaitu secara genetik, ada bakat kreatif atau bisa dirangsang dari lingkungannya. Ciri anak kreatif adalah anak yang mempunyai rasa ingin tahu yang besar, selalu bertanya dan tidak pernah puas dengan jawaban yang diberikan.
“Selain itu, mereka juga mempunyai minat yang tinggi dalam membaca sehingga pengetahuannya lebih luas, selalu aktif, cenderung percaya diri, dan cepat tanggap merupakan ciri lainnya. Mereka juga mempunyai banyak ide yang terkadang agak aneh,” sebut Irma.

Saat ini banyak permainan dan kelompok belajar yang dapat mengasah kreativitas anak. Karena itu, anak diharapkan dapat mengeluarkan seluruh kebiasaannya dan dapat belajar dari lingkungannya. Seperti yang dikatakan seorang pendidik kenamaan dari Inggris, Arthur J Cropley, tak seorang pun yang tidak memiliki kreativitas karena jika demikian sama seperti tidak memiliki kepintaran sama sekali.

“Tidak kreatif berarti anak tidak berpikir dan tidak melakukan apa-apa. Sebab itu, sangat kecil kemungkinannya orangtua tak mampu membentuk kreativitas anak,” ujar Cropley.

Di sisi lain, banyak juga anak yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan daya kreativitasnya karena tidak adanya media untuk menyalurkannya maupun kurangnya perhatian orangtua.

Pola pengajaran di sekolah juga sebaiknya jangan terlalu menekan atau bahkan membatasi anak dalam mengeksplorasi dirinya sehingga membuat mereka merasa apa yang dikemukakan selalu salah. “Padahal, dengan selalu memberikan kebebasan, daya kreativitas mereka semakin terasah,” tegas Irma.

Rangsangan yang bersifat motorik bisa dilakukan agar anak menjadi pribadi yang kreatif dan mampu menangkap segala apa yang dilihat dan dirasakannya. Pada umur 2-3 tahun daya tangkap anak sudah baik. Karena itu, sudah bisa diajarkan permainan-permainan yang lebih kompleks. Sebagai orangtua, menyediakan media sebagai tempat untuk anak bermain dan bereksplorasi untuk menyalurkan kreativitasnya adalah suatu kewajiban.

Hal senada diungkapkan Prof Dr SC Utami Munandar, dalam bukunya, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Pada saat anak berusia 1-4,5 tahun adalah masa puncak kreativitas anak. Pada saat inilah anak mudah menyerap dan mengembangkan hal-hal baru yang ia dapat. Sel-sel otak si kecil yang sedang berkembang pesat sangat membantunya untuk menyerap pengetahuan baru yang ia peroleh.

“Namun, tentu saja tetap dibutuhkan peran lingkungan untuk bisa mengoptimalkannya. Karena itulah stimulasi yang diberikan orangtua sangat diperlukan,” ujar Utami.
(sindo//tty) [okezone]

Sponge Brain (Si 2 Tahun)

Posted in Aulade Gemilang oleh Dwi Widya pada November 5, 2009

Pernah melihat anak usia 3 tahun hafal ber juz-juz Al-qur’an? Sekarang tidak sulit menemukannya, tak jarang saya mendengar profil keluarga pasangan yang ‘alim, anak-anaknya telah hafal Al-Qur’an di usia yang sangat belia. Hal itu bisa lho terjadi pada keluarga kita (aamiin). Tapi tergantung pada kehendak Allah dan kehendakNya bisa tergantung pada ikhtiar orang tua dan lingkungannya, ya kan.

Sering juga melihat banyak orng tua yang bangga, tersenyum-senyum jika melihat anak-anak mereka yang masih balita atau sudah TK sedang bernyanyi. Ya iyalah, pastinya itu prestasi untuk anaknya dan orang tuanya. Sebentar…nyanyi apa ya? Ternyata lagu-lagu yang dia hafal lagu yang sering ada di acara musik televisi. Hmmm, tak diragukan lagi pasti lagu orang gede. Yup. Fenomena ini pernah membuat salah satu komentator acara ajang bakat menyanyi anak-anak di salah satu TV swasta berkata ”mulai sekarang kalian pilih lagu anak-anak aja deh, kalaupun milih lagu orang dewasa yang liriknya jangan yang cinta-cintaan”. Mungkin saking seringnya para kontestan anak-anak memilih lagu dewasa untuk menunjukan kemampuan menyanyinya (otomatis gaya, dandanan dan pakaiannya menyesuaikan lagu dong), membuat si komentator semakin khawatir.

Ilustrasi di atas sama-sama dalam konteks daya ingat si kecil. Keren ya. Begitupun dengan si 2 tahun. Di waktu liburan yang sama dengan si 9 bulan, si 2 tahun menunjukan kehandalan daya serap ’sponge brain-nya’. Dalam perjalanan menggunakan mobil, dia berteriak ke ayahnya ”pak setel Osa pak, dedek mau Osaaa…”. ” Osa apa sih?” kataku.
Tak lama kemudian terdengarlah alunan merdu suara Rossa melalui CD, ternyata Osa adalah penyanyi favorit si 2 tahun. Sepanjang perjalanan, selama si 2 tahun masih terjaga dan belum bosan, maka tak ada yang boleh mengganti CD itu, walaupun sudah berkali2 diputar. So pasti ia pun bernyanyi bersama ’Osa’ walaupun dengan artikulasi yang kurang jelas. Hmmm?!!!. Walau begitu, ”Si 2 tahun juga hafal lho doa-doa sehari-hari, misal doa bangun tidur, doa makan,.. ” . Aku lupa doa apalagi yang disebutkan, seingatku banyaknya tak sama dengan atau lebih dari judul lagu ’Osa’ yang dia hafal.

Setiap anak itu istimewa. Setuju kan. Si 2 tahun pun demikian. Saat itu dia sedang menyukai satu hal yang bagiku membuatnya istimewa. Setiap ia bertandang ke rumah orang, matanya akan bekerja layaknya sensor piring, mangkok, dan sendok. Bukan kebetulan, selalu ada momen saat pemilik rumah membuka suati laci/lemari/rak yang isinya benda-benda tadi. Sensor itu langsung menangkap dan memastikan benda yang ia inginkan. Setelah benar-benar match, maka akan terdengarlah suara dari mulut mungilnya ”itu…itu… apa…itu? dedek pinjem ya…”. Dan sang pemilik tumah dengan senang hati menjawab ”Oh, mau main masak-masakan ya..boleh-boleh,, sini diambilkan ya.”
Berselang beberapa menit ia segera mengambil posisi untuk menata perkakasnya. Berlaku seolh sedang memasak, dan menata makanan untuk banyak orang. ”Ntar ya..dedek masak dulu.. ” (sambil mengaduk-aduk mangkok kosong), ”ini buat bude…ini mas, ini bapak, ini ibu”. Ia bagikan kami masing-masing satu mangkok dan piring. Kmi semua kompak berkata ”wah…makasih ya, pasti enak”. Sambil berpura-pura menikmti hidangan si 2 tahun, setelah selesai kami kembalikan mangkok-mangkok itu. Si 2 tahun mengumpulkannya satu persatu sambil berucap ”kalo udah dedek cuci dulu ya”. So sweet, isn’t it?

Sponge Brain (Si 9 Bulan)

Posted in Aulade Gemilang oleh Dwi Widya pada November 4, 2009

Saat liburan lebaran kemarin, Subhanallah berkesempatan untuk bertemu dengan keluarga besar. bertemu dengan saudara-saudara, dari yang jauuuuuuuh lebih tua, sampai yang jauuuuuuuh lebih muda. Usia tertua yng saya temui mungkin lebih dari 90th, dn usia termuda yang saya temui sekitar 8-9 bulan.

2 kutub itu sama-sama menjadi perhatian saya. Namun kali ini kutub muda yang akan saya bahas.

Suatu ketika pagi hari ketika saya terbangun sekitar jam 3.30 pagi, ternyata si 9 bulan itupun sudah bangun (memang banyak anak sesusia segitu yang bangun dini hari). Kata bundanya..”Dia selalu bangun jam segini, tidur jam berapapun pasti bangun pagi dan minta mandi pagi juga”. Jadi baik si bunda ataupun si 9 bulan sudah rapi pi maksimal sekitar jam 7-7.30 (keduanya sudah mandi, sarapan, beres2, dll). Kebiasaan yang baik pikirku.

Tentang si 9 bulan, mulai dari matanya terbuka sampai tidur lagi dia tidak akan berhenti bergerak, sekalipun untuk makan dan mandi (biasanya saat dia makan harus dipasangkan seat belt di kursi bayi yang sudah dimodifikasi karena tingkah polahnya).

Gerakannya sangat cepat dan kuat, ditinggal menoleh ke arah lain maka dipastikan dia sudah berpindah sekitar 3 meter didepan kita dengan ‘berangkang’. Jika dia menemukan benda apapun dalam perjalanannya (sekalipun itu sehelai rambut, semut yang jalan sendirian, sebutir nasi yang tercecer, apalagi benda besar) seketika dia akan mengerem laju dengkul-telapak tangannya untuk sesaat melihat, mengambil, dan memasukan benda itu ke mulut. So, apa yang akan dilakukan ketika beberapa waktu atau setiap hari menjadi supervisornya?

Suatu waktu pernah si 9 bulan itu saya angkat dan gendong keluar rumah atau duduk2, tak akan bertahan lebih dari 5 menit dari posisi stagnan, maka dia akan meminta saya untuk kembali bergerak, berjalan, atau minta dibebaskan. Ketika dia mendengar suara mesin mobil maka dia aka sangat antusias mencari sumber suara itu. Si 9 bulan bulan punya hobi cukup unik menurutku, yaitu menemani sang ayah utak-atik mesin mobil atau perkakas2 mesin. Dia akan sangat setia menemani ayahnya, dan dia akan sangat senang sekali jika diberi kepercayaan untuk memegang apa yang dipegang sang ayah, seperti obeng dsb. Menurut sang ayah si 9 bulan bisa dipercaya untuk menjadikan obeng sebagai mainan pilihannya (alhasil jika diminta memilih boneka pink atau obeng, maka… kita tahu apa yang akan dipilihnya bukan?). Hmmm.

Dalam satu kesempatan, sebutlah ’kids gathering night’, si 9 bulan berkumpul dengan si 3 tahun, dan si 2 tahun. Secara silsilah si 9 bulan lebih tua dari si 3 tahun dan si 3 tahun yang paling muda di antara mereka bertiga (dan silsilah itu memperngaruhi sebutan panggilan).
Entah pengaruh secara psikologis atau bagaimana, si 3 tahun memang nampak paling manja dan semua keinginannya harus dituruti oleh 2 yang lain. Begitupun si 9 bulan,nampak lebih dewasa. Contoh saja dalam perebutan benda atau mainan. Si 9 bulan akan sangat legowo ketika si 3 tahun merengek meminta benda yang sedang dipegangnya. Dia akan tertawa dan mencari mainan lain (tanpa konflik dan air mata).

Berikut ini adalah potongan adegan yang menurut saya paling menarik. Saat si 3 tahun memukul-mukul ayahnya (karena tidak diambilkan barang yang dia minta), saat itu pula si 9 bulan menatap tajam si 3 tahun dengan alis berkerut (padahal sebelumnya dia sedang asik bermain dengan si 2 tahun), tatapan itu berlangsung dengan durasi beberapa menit. Tak lama setelah itu…apa yang terjadi adalah si 9 bulan mempraktekan tingkah yang baru saja dia rekam dan fotokopi. Mirip sekali dari apa yang ia tiru. Saat bundanya datang dan mendengar cerita tadi, sang bunda berkata ”Dia nggak pernah disetelin TV karena dia cepat meniru apa yang dilihat”.
Sang bunda si 9 bulan pernah bercerita, ketika bundanya berpakaian agak rapi dan memakai jilbab, biasanya si 9 bulan langsung gelisah menatap sang bunda sambil menarik-narik jilbabnya. Menurut penafsiran sang bunda itu berarti si 9 bulan minta diganti pakaiannya dan dipakaikan jilbab juga. Dan biasanya kalau ayah bundanya merencanakan atau berkata ”dek…nanti kita main ke tempat bude ya…naik mobil, nanti di sana, bla bla bla…”, maka si 9 bulan tidak akan tenang sampai dia benar2 didandani dan diajak masuk ke mobil untu berangkat pergi. Kegelisahan dia terlihat dengan sikap tak biasanya (tidak asik bermain), cenderung memperhatikan ayah bundanya yang sekedar melintas di depannya atau keluar masuk ruangan (mungkin dia pikir ayah bundanya lagi sibuk siap-siap mau pergi).

Selalu saja merasa takjub jika menyaksikan tingkah polah atau sekedar mendengar cerita tentang anak-anak. Otak mereka seperti spon yang sangat cepat meyerap. Mereka seperti halnya mesin fotokopi terhebat atau plagiator terhandal di dunia. Hmm…bagi orang tua (ayah bunda, atau orang2 disekelilingnya) memang harus sangat bijak bersikap.

Kita juga pernah mengalami masa seperti mereka. Menurut saya, bagaimana saya sekarang tidak akan lepas dari bagaimana saya (atau saya dibagaimanakan) pada masa saya seperti si 9 bulan.